Gangguan disfungsi ereksi (DE) merupakan salah satu jenis gangguan seksual pria, yaitu ketidakmampuan mempertahankan ereksi untuk melakukan aktivitas seksual dengan baik. Sebagian masyarakat menyebutnya dengan impotensi.
Namun, pria dengan disfungsi ereksi (DE) masih tetap dapat merasakan dorongan seksual seperti halnya pada pria normal. Hanya saja, organ kelamin pria yang disebut penis itu tidak bisa "menegang".
Pada umumnya, kemampuan ereksi berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Yang dimaksud “kemampuan”, meliputi: lamanya waktu yang diperlukan untuk bisa ereksi, lebih banyaknya stimulasi (rangsangan) langsung untuk ereksi, kurang mantapnya (kurang keras) ereksi, kurang bisa mencapai puncak orgasme, sedikitnya jumlah ejakulasi, lebih lamanya waktu tenggat antar ereksi (waktu yang diperlukan dari ereksi pertama ke ereksi berikutnya lebih lama).
Berdasarkan sebuah jurnal terbitan Asosiasi Urolog Internasional, saat ini penderita disfungsi Ereksi (DE) mencapai 152 juta. Dari jumlah itu, 87 juta berdiam di kawasan Asia. Diperkirakan, tahun 2025 jumlah pasien di Asia naik menjadi sekitar 200 juta.
ETIOLOGI
Secara garis besar, etiologi disfungsi ereksi terbagi dalam dua faktor, psikis dan organis. Psikis biasanya terkait dengan faktor kejenuhan, kejengkelan, kekecewaan, hilangnya daya tarik terhadap pasangan, trauma seksual, dan rasa takut gagal.
Sementara penyebab organis umumnya dilatarbelakangi diabetes, hipertensi, hiperkolesterol, penyempitan pembuluh darah, dan pascaoperasi prostat. Faktor usia juga bisa memengaruhi.
Dari beberapa faktor penyebab di atas, berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan Erectile Dysfunction Advisory Council and Training (EDACT) Indonesia terungkap, pasien DE dengan tekanan darah tinggi menempati urutan pertama terbanyak (25 persen), diikuti pembesaran prostat (15 persen), diabetes (13 persen), penyakit sistem pembuluh darah (9 persen), dan terakhir masalah kejiwaan/psikis (9 persen).
Hasil temuan mengungkapkan, DE yang menjangkiti para muda usia umumnya terkait faktor psikis, seperti gila kerja yang menyebabkan stres dan kegelisahan berlebihan. Gangguan psikis seperti kegelisahan, depresi, stres, maupun hubungan yang tidak harmonis melalui proses tertentu juga mengakibatkan gangguan ereksi. Pada kenyataannya, penderita DE akibat gangguan pembuluh darah, misalnya, akan mengalami stres atau gelisah. Kegelisahan itu dapat memperberat kondisi DE, sehingga faktor psikis hampir selalu ada pada setiap penderita DE.
Sementara DE pada mereka yang berusia lebih dari lima puluh tahun cenderung disebabkan faktor penyakit degeneratif.
Akan tetapi, seiring kecanggihan teknologi, pasien DE yang sebelumnya lebih banyak divonis karena faktor psikis jumlahnya kian menurun. Pasalnya, kemajuan iptek dalam pendeteksian penyakit mampu menjangkau faktor penyebab organisnya (80-90 persen pasien DE).
Faktor gaya hidup juga turut menentukan seseorang berada pada posisi berisiko atau tidak. Beberapa di antaranya yang berisiko adalah kebiasaan mengonsumsi obat-obat psikotropik, napza, antistres, dan hormon.
Beberapa jenis obat-obatan, misalnya obat hipertensi atau penurun kadar kolesterol, juga bisa menjadi penyebab DE. Kadang-kadang DE dapat diatasi hanya dengan mengganti obat tersebut.Kebiasaan mengonsumsi obat-obat DE sebagai obat kuat juga dapat membuat DE betulan.
Dalam keadaan normal, ereksi biasanya terjadi saat tidur malam atau bangun pagi. Pada disfungsi ereksi, tanda-tandanya adalah sebagai berikut:
- Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi secara berulang ( paling tidak selama 3 bulan )
- Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
- Mampu ereksi hanya sesaat ( dalam referensi tidak disebutkan lamanya )
Proses Ereksi dan Perjalanan Penyakit
Ereksi terjadi melalui 2 mekanisme. Pertama, adalah refleks ereksi oleh sentuhan pada penis (ujung, batang dan sekitarnya). Kedua, ereksi psikogenik karena rangsangan erotis.
Keduanya menstimulir sekresi nitric oxide yang memicu relaksasi otot polos batang penis (corpora cavernosa), sehingga aliran darah ke area tersebut meningkat dan terjadilah ereksi. Disamping itu, produksi testosteron (dari testis) yang memadai dan fungsi hipofise (pituitary gland) yang bagus, diperlukan untuk proses ereksi. Karenanya dapat dimengerti bahwa disfungsi ereksi berhubungan erat dengan faktor: hormonal, sistem saraf, aliran darah dan psikologis. Gangguan pada salah satu atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi.
Diagnosis
Tidak ada (belum) cara khusus untuk menegakkan diagnosa disfungsi ereksi. Pemeriksaan darah lebih diarahkan untuk mengetahui penyakit lain yang diduga berhubungan dengan disfungsi ereksi, misalnya: diabetes, hypogonadism (kelainan pada
kelenjar gonad), dan lain-lain.
Kondisi lain yang berhubungan dengan disfungsi ereksi, antara lain: kondisi kesehatan yang buruk, kurang gizi, obesitas (terlalu gemuk), penyakit kardiovasukler.
· Wawancara mendalam dan pengakuan jujur penderita sangat membantu menegakkan diagnosa disfungsi ereksi sekaligus menentukan langkah-langkah penatalaksanaannya.
· Pemeriksaan fisik, terutama organ reproduksi pria dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan organik.
· Pemeriksaan penunjang
Rigiscan,
alat pendeteksi kemampuan ereksi. Alat buatan Amerika ini pada suatu saat merupakan peralatan baku yang harus dipunyai oleh semua Klinik Impotensi di AS. Kegunaan alat ini adalah untuk membedakan antara disfungsi ereksi yang organik (gangguan ereksi karena adanya kerusakan organ) dengan yang psikogenik (karena faktor kejiwaan). Cara yang digunakan di Klinik Impotensi RSCM adalah melalui Visual Sexual Stimulation (VSS), Perangsangan Seksual secara Visual, di mana perangsangan seksual untuk membangkikan ereksi diberikan secara visual. VSS menggunakan alat bantu video untuk mencapai tujuannya.
Penderita disfungsi ereksi (DE) organik tidak akan berespon terhadap perangsangan seksual secara visual. Walaupun sudah tidak terlalu banyak dipakai alat ini tetap banyak kegunaannya dalam penelitian metode terapi baru untuk pengobatan disfungsi ereksi
Doppler Scan
Alat pengukur aliran darah pada 2 arteri kavernosa yang berada di dalam penis. Alat ini digunakan spesifik pada arteri kavernosa dengan tujuan untuk mengetahui adekuasi (kecukupan) aliran darah dalam ke 2 arteri tersebut pada saat proses ereksi berlangsung. Sebagai petunjuk, alat ini digunakan bila dari pemeriksaan sebelumnya seorang penderita diklasifikasi sebagai disfungsi ereksi yang organik. Alat ini akan membantu apakah pasien tersebut kelainannya vaskulogenik (karena gangguan pembuluh darah) ataupun neurogenik (karena gangguan persarafan). Alat inipun dikendalikan oleh komputer dan hasil scanning akan keluar real time dalam bentuk grafik dinamis ditambah suara aliran darahnya. Doppler scan masih banyak dipakai untuk diagnosis juga untuk menentukan prognosis pengobatan (penilaian hasil pengobatan) pada pasien. Secara kasar alat ini juga dapat memperkirakan mana penderita yang arteriogenik (kelainan pembuluh darah arteri) dan mana yang venogenik (kelainan pembuluh darah vena).
Pengobatan DE
Kalangan internasional telah mengenal setidaknya tiga tahapan pengobatan DE. Lini pertama adalah memberi obat oral pada pasien hingga ditemukan penyebab dasarnya. Untuk tahap ini, secara resmi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mengizinkan tiga jenis obat beredar di Indonesia, masing-masing sildenafil, tadalafil, dan vardenafil.
1. Pemberian obat oral
Vardanevil
Nama obat dagang dari vardanevil, yaitu levitra. Pria rata-rata bisa mengalami lima kali ereksi saat berhubungan seksual dengan meminum pil ini dibanding diberikan obat tiruan. Levitra jangan digunakan bagi pria yang meminum nitrat yang terkandung dalam obat-obatan untuk penyakit jantung. Meminum obat yang disebut alpha blockers, seperti Cardura, untuk tekanan darah tinggi atau memperbesar prostat. Kombinasi keduanya akan menyebabkan tersumbatnya tekanan pembuluh darah dan menyebabkan pingasan.
Levitra juga bukan untuk pasien dengan kondisi jantung jarang yang dikenal sebagai QT prolongation karena obat itu akan menyebabkan detak jantung tidak normal.
Levitra juga dilarang bagi pria yang pernah mendapat serangan jantung atau stroke yang mempunyai tekanan darah yang sangat rendah atau tekanan darah tinggi yang tak terkontrol.
Sildanevil
Serangkaian penelitian di Amerika menunjukkan, setelah sildenafil diberikan dengan dosis 25mg, 50mg dan 100mg pada lebih dari 3.000 pria berusia antara 19 s.d. 85 tahun yang menderita kesukaran ereksi (impoten) karena berbagai sebab, baik organik - termasuk kencing manis, psikogenik ataupun campuran keduanya; ternyata obat tersebut mampu memperbaiki aktivitas seksual pria dibandingkan plasebo. Dilaporkan bahwa keberhasilan ereksi meningkat dengan kenaikan dosis yang digunakan, terutama jika digunakan satu jam sebelumnya.
Nama obat dagang dari sildanevil, yaitu Viagra. Viagra pantang digunakan penderita jantung (infark myocardial, stroke, aritmia, atau penyakit jantung lainnya), hipotensi, hipertensi, dan retinitis pigmentosa. Pemakaian Viagra pada kondisi ini dapat memperparah penyakit tersebut. Tidak jarang terjadi ereksi berkepanjangan, yaitu sampai 4-6 jam disertai rasa nyeri pada organ seks. Jika ereksi lebih dari 6 jam ini tidak segera diobati, ada kemungkinan justru timbul impotensi permanen. Oleh sebab itu penggunaan Viagra harus dengan resep dokter dan tidak boleh digunakan semaunya. Pemakaian Viagra lebih dari sekali sehari dapat membahayakan organ seks pria.
Selain itu pria yang berusia di atas 60 tahun, penderita liver (sirosis), berpenyakit ginjal, atau sedang menggunakan obat lain yang menghambat sitokrom P-450 (misalnya eritromisin, simetidin, ketokonazol, itrakonazol, mikonazol, ekonazol) disarankan agar berhati-hati menggunakan Viagra karena kadarnya dalam darah dapat meningkat 3-8 kali dari normal. Obat-obat anti-HIV seperti saquinavir dan ritonavir juga dilaporkan mampu meningkatkan kadar sildenafil darah beberapa kali lipat. Maka untuk kelompok penderita ini dianjurkan menggunakan Viagra dosis rendah jika tidak ingin terkena impotensi permanen.
Sebaliknya perokok berat dan pemakai rifampisin (obat anti-TBC) kemungkinan tidak merasakan efek optimal Viagra, karena terjadi induksi enzim yang memetabolisme sildenafil. Para pengguna fenobarbital dan fenitoin (lazimnya untuk epilepsi) atau yang terkena kontaminasi DDT barangkali juga akan mengalami nasib yang sama yaitu penurunan aktivitas Viagra. Namun karena metabolit sildenafil dilaporkan memiliki aktivitas seperti senyawa induknya, peningkatan dosisnya perlu dipertimbangkan kembali.
Selain dipengaruhi oleh obat-obat lain, Viagra dilaporkan dapat pula mempengaruhi obat-obat golongan nitrat, dan ini menyebabkan peningkatan efek hipotensif obat-obat nitrat tersebut. Setelah diminum, Viagra diserap dengan cepat dalam keadaan perut kosong, dan hanya 40 persen yang mencapai sirkulasi darah, sedangkan sisanya termetabolisme di dalam hati. Jika seseorang memakan makanan berlemak, penyerapan obat ini tertunda dan berkurang sehingga dapat mengurangi manfaatnya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas Viagra sebagai pemacu ereksi bagi pria tidak diragukan lagi. Namun yang perlu diperhatikan adalah kontra indikasi penggunaannya, dan faktor risiko yang timbul akibat interaksi Viagra dengan obat lain dan makanan sehingga menyebabkan tujuan penggunaan tidak tercapai atau bahkan dapat membahayakan pasien tersebut. Pemakaian Viagra oleh masyarakat awam seperti yang saat ini terjadi sangat berisiko dan membahayakan bagi pemakai itu sendiri
2. Penyuntikan secara intrakavernosa dan pengobatan secara inraurethra yang memasukkan gel ke dalam lubang kencing.
Tahap ini, pasien dapat melakukannya sendiri setelah dilatih.
3. Tahap operasi pemasangan prostesis.
Dari ketiga lini di atas, tujuan utama pengobatan DE oleh tenaga ahli adalah menghilangkan faktor penyebab. Seperti diungkapkan para seksolog, pengalaman membuktikan bahwa DE merupakan dampak dari kelainan psikis atau organis pasien.
Disfungsi ereksi tidak berdiri sendiri. Perbaikan mekanisme ereksi terkait dengan fungsi seksual lainnya, yakni munculnya gairah karena adanya rangsangan seksual. Jangan sampai seseorang dengan problem pada gairah seksualnya terus diberi obat-obat DE. Akibatnya, pasien bukan segera membaik tetapi justru tambah tertekan karena tetap tidak mampu beraktivitas seksual.
Karena itu, sebelum pasien mengonsumsi obat DE seharusnya sudah diketahui persis apa penyebab yang melatarbelakanginya. Contoh lain, jangan sampai pasien dengan latar belakang penyakit jantung diberi obat DE begitu saja. Karena fungsi seksual yang membaik bisa diikuti meningkatnya kerja jantung.
Itulah perlunya diagnosa menyeluruh dalam pengobatan DE. Pada semua lini pengobatan DE, misalnya, unsur konseling dokter dengan pasien merupakan kemutlakan. Dari sanalah semua persoalan yang sebelumnya tidak terungkap atau tidak disadari pasien sering kali teridentifikasi sebagai penyebab DE.
1 komentar:
Blog yang menarik dan informatif sekali
Klinik Apollo Adalah Rumah Sakit di Jakarta, Dibidang Andrologi dan Ginekologi, terbaik dan Nomor 1 di jakarta memberikan layanan medis prima, dilengkapi alat medis yang modern menyembuhkan berbagai penyakit kelamin seperti Gonore, Kencing nanah, Sipilis sifilis,Kutil kelamin , Kondiloma akuminata, Kutu kelamin, Keputihan, Ejakulasi Dini.
Konsultasi Dokter Online Gratis Penyakit Infeksi saluran kemih
Cara Mengatasi kencing Nanah / Gonore
CHAT DOKTER
Cara Merawat Vagina Dari Keputihan
Tempat Pengobatan Impotensi Di Jakarta
Posting Komentar